Posts

Showing posts from May, 2014

Dinding Kenikmatan

Dinding kenikmatan merupakan tempat terpuruk. Mondar – mandir pada kenikmatan hidup, berfoya, ria, gembira. Tanpa pernah tahu dan tanpa pernah merasa bagaimana kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dinding kenikmatan membuat kita tak pandai bersyukur. Dalam lingkup kecil aku ingin menggambarkan diriku sendiri. Keseharianku berada ditempat ini, salah satu dinding kenikmatan. Tempatku tidur dan makan. Yah dinding kenikmatan sungguh tepat disini. Bagaimana jika dinding-dinding ini hancur, tak ada lagi tempat untuk tertidur. Tak ada lagi tempatku makan dengan santainya. Bagaimana jika aku harus mencari-cari tempat tidur dan makan? Langit! Hemm..bagaimana mungkin aku bisa tidur di langit. Sesuatu yang sangat mustahil. Kecuali langit atapnya rumah mewah. Kecuali langit trotoar jalan raya. Kusebut saja langit, karena panjangnya jalan ini,   tak mampu aku mengukurnya. Mungkin setara dengan langit. Sampai ke pelosok negri sana. Itu yang terlintas dipikiranku. Anak kec

Senja

Kenapa selalu senja? Mengapa senja menjadi memoar yang tak pernah hilang dari lanjuan kata? Senja tak pernah terhapuskan. Kata yang membuka benak untuk membayangkan  pertemuan antara siang dan malam. Waktu yang tak panjang. Senja menjadi episode yang selanjutnya akan tertuliskan.Senja menjadi irama pengiring kata yang tak habis-habisnya, menyebar kemana - mana. Senja hampir sama dengan Cinta. Ada dimana saja, mudah ditemukan. Hello senja dan cinta kita sering berjumpa pada bacaan yang tersaji dari pencipta.

Sudah Selayaknya

Sudah selayaknya bunga mawar yang dipetik angin jatuh ke bumi. Sudah selayaknya daun yang gugur jatuh diatas rerumputan. Sebenarnya, aku malu pada awan, pada langit yang terlihat dari segala sisi. Aku malu jika harus melukiskan kisah di bawah pohon ini. Aku malu pada   jangkrik yang suaranya singgah dibenakku seolah menjawab pertanyaan yang mengobrak-abrik pikiranku. Aku tak ingin jika pertemuan raga mengeringkan dahaga. Melenyapkan suara-suara yang selayaknya berbicara. Aku malu pada diriku dan pada Allah yang selalu memandang dari jarak dekat maupun jauh. Saat itu aku ingin sekali menutup hijab sampai kewajah. Setidaknya aku juga tak mampu melihat wajahku dari cermin yang terpajang didepan. Sudah seharusnya, aku bertanya kepada Matahari. Mengapa ia mampu menciptakan bayang-bayang walau aku sendiri? #Dalam Bisu

Sinar Bulan Sabit

Image
Kala itu pagi mulai membentangkan sayap Cahaya dari jendela kamar mengelus kening Hangatnya hampir sama dengan sinar kuning Ia telah sepakat bahwa hari tak akan penat   Hari ini Ia ingin menulis suatu harapan Disebuah kertas berpetak empat “Mau pesawat” “Aku ingin semuanya sehat” Rasa haru yang tertegun Mengibaskan sayup-sayup rintik dimataku Kubaca susunan kalimat harapan itu Dari para kurcaci kecil yang menatap Ingin hidup sehat Ingin merasakan indahnya berjalan Ingin merasakan Indahnya melihat Ingin merasakan indahnya belajar Ingin merasakan indahnya berkawan Wahai adindaku para kurcaci kecil yang semangat Tiada yang indah didunia ini Dunia hanyalah sebuah pelampiasan Dunia hanyalah lalu lalangnya ujian menuju akhirat Ingatlah para kurcaci kecil Sinarmu tak akan lekang Walau waktu kadang tak menjanjikan Dan do'a lah sebagai jalan   Janganlah kau hiraukan dinda Walau kesembuhan tak jua datang Walau mata tak mampu lagi terbuka Allah tahu apa y