Sabar
Aku ingin meniti air yang beku. Sabar menanti ia mencair.
Aku ingin masuk kedalam dahagamu. Memberi setetes saja kesejukan. Dalam keadaan
baik ataupun lelah. Aku hanya ingin menjadi penyejuk yang merindang dirimu.
Disini, ditempat yang telah ditetapkan. Untuk pertama kalinya. Aku penasaran denganmu. Besi putih masih menggenggam jemari. Langkahku masih disini, menemanimu.. Menungguku sampai kau datang dan membawaku ke tempat tujuan.
Keadaan sabar sama seperti kita menunggu
Jemariku belum lelah,
menantimu. Aku masih mengukir sabar dijendela kaca tempat kita bejumpa. Sabar
yang tertuang dalam hati, dalam pikiran dan dalam raga yang senantiasa
merelakannya bersinggungan dengan besi putih, tempat menyandar. Kakiku tetap tegak, tak berpindah.
Tanganku masih menari-nari melukis namamu dari arah kanan dan kiri. Aku bukan
main-man, aku hanya sabar menunggu kedatanganmu.
Disini, ditempat yang telah ditetapkan. Untuk pertama kalinya. Aku penasaran denganmu. Besi putih masih menggenggam jemari. Langkahku masih disini, menemanimu.. Menungguku sampai kau datang dan membawaku ke tempat tujuan.
Sabar bukan tempatmu melajang dengan sendirinya saja datang.
Bukan. Sabar adalah ujian. Seberapa besar kau mampu untuk bertahan.
# di perjalanan
Waktu menunjukkan angka yang berbeda. Hampir dua jam aku di
tempat ini, menunggumu d terminal Duri Kepa. Akhirnya kau datang juga. Bus way,
TransJakarta tujuan terminal Harmoni. Namun ku biarkan kau melaju saja. Kau tak
mampu menampungku. Akhirnya aku bersama bus yang kedua. Keberadaanku disini
sangat istimewa. Aku memiliki kesempatan duduk diantara kakak, abang dan
teman-temanku, pita dan susi. Mereka menggenggamkan jemarinya di langit-langit
bus. Mereka berpengangan tangan dan kaki mereka masih bertahan.
Andai saja hati dapat bersuara, mungkin mereka akan
berbantahan. Mempersoalkan keadaan antara berdiri dan duduk. Aku membaca
wajah-wajah lelah itu. Di depanku, susi sedari tadi berdiri. Aku bertukar
posisi dengannya. Tadinya ia mencoba mempertahankan posisinya. Aku tak tahu ia
memaksakan diri atau karena terpaksa melihat kondisi. Tapi aku mencoba
memaksanya agar ia duduk. Akhirnya dia pun duduk. Meregangkan tangannya.
Sedangkan pita tampak didepan. Berdiri menatap jalanan. Ia tetap disana bersama
yang lainnya.
Bus sebentar lagi sampai ke terminal Harmoni. Kami bersiap-siap
menuju terminal Monas
Comments
Post a Comment